Minggu, 30 April 2017

PESAN AL-USTADZ ABU HAMZAH YUSUF hafidzohulloh UNTUK ANTUM YANG MASIH LAJANG

Jangan memilih wanita yang awam,
karena tidak mudah mendidik wanita itu,
berat,
kalau yang awam itu cukup didoakan saja,
semoga mereka mendapat hidayah,
setelah mendapat hidayah baru dilamar,
Prioritaskan antum mencari pasangan hidup yang sholihah,
Dari kalangan ahlussunnah
jangan dari kalangan hizby, na'am,
jangan patah semangat,
masih banyak kesempatan.
Insyaallohu taala
...........

✊✊✊✊✊✊✊✊✊✊✊✊

Waktu : Ahad, 19 Rojab 1438 H / 16 April 2017 M
Tempat : Masjid Abu Dzar Al-Ghifary, Ma'had Minhajus Sunnah, Nanga-Nanga

Chanel Telegram : t.me/tjasatidzah

SEGERALAH BERTAUBAT !

SYARHUS SUNNAH LIN NISAA

Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman:

ﻛُﻞُّ ﻧَﻔۡﺲٖ ﺫَﺍٓﺋِﻘَﺔُ ﭐﻟۡﻤَﻮۡﺕِۗ ﻭَﺇِﻧَّﻤَﺎ ﺗُﻮَﻓَّﻮۡﻥَ ﺃُﺟُﻮﺭَﻛُﻢۡ ﻳَﻮۡﻡَ ﭐﻟۡﻘِﻴَٰﻤَﺔِۖ ﻓَﻤَﻦ ﺯُﺣۡﺰِﺡَ ﻋَﻦِ ﭐﻟﻨَّﺎﺭِ ﻭَﺃُﺩۡﺧِﻞَ ﭐﻟۡﺠَﻨَّﺔَ ﻓَﻘَﺪۡ ﻓَﺎﺯَۗ ﻭَﻣَﺎ ﭐﻟۡﺤَﻴَﻮٰﺓُ ﭐﻟﺪُّﻧۡﻴَﺎٓ ﺇِﻟَّﺎ ﻣَﺘَٰﻊُ ﭐﻟۡﻐُﺮُﻭﺭِ

“Tiap-tiap yang berjiwa pasti akan merasakan kematian, dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahala kalian. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.”
(Ali ‘Imran: 185)

Kita pasti akan menemui kematian. Ya, kita akan mati, cepat atau lambat. Tanpa terasa, orang tua yang dahulu selalu mengasuh kita telah semakin tua dan berkeriput, kemudian terdengarlah berita menyedihkan bahwa mereka meninggalkan kita untuk selama-lamanya di dunia ini.

Begitu pula teman kita yang dahulu sering bercengkerama dengan kita, ada di antara mereka yang mendahului kita meninggalkan dunia yang begitu melelahkan ini. Tinggallah kita yang terus bekerja untuk menyambung kehidupan di dunia ini.

Entah kapan waktu kematian kita; bisa jadi esok, lusa, bahkan, bisa jadi pula hari ini.

Kalau begitu, berarti kita sedang berjalan menuju kematian. Orang yang memiliki pandangan dan pemikiran yang baik tidak akan terperdaya oleh kehidupan dunia ini. Dia menyadari bahwa masa depannya adalah kehidupan akhirat, dan siapa yang diselamatkan dari api neraka dan dimasukkan ke surga, dialah orang yang beruntung.

Oleh karena itu, dia banyak beramal saleh dan segera bertaubat kepada Allah Ta'ala. Sebab, sebagai manusia tentu dia pernah melakukan kesalahan dan dosa.

🏻Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam hadits qudsi:

ﻳَﺎ ﻋِﺒَﺎﺩِﻱ، ﺇِﻧَّﻜُﻢْ ﺗُﺨْﻄِﺌُﻮﻥَ ﺑِﺎﻟﻠَّﻴْﻞِ ﻭَﺍﻟﻨَّﻬَﺎﺭِ، ﻭَﺃَﻧَﺎ ﺃَﻏْﻔِﺮُ ﺍﻟﺬُّﻧُﻮﺏَ ﺟَﻤِﻴﻌًﺎ، ﻓَﺎﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُﻭﻧِﻲ ﺃَﻏْﻔِﺮْ ﻟَﻜُﻢْ

“Wahai hamba-Ku, sesungguhnya kalian melakukan kesalahan pada waktu malam dan siang, sedangkan Aku mengampuni dosa-dosa seluruhnya, maka minta ampunlah kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampuni kalian.”
(HR. Muslim)

📕 Sumber:
http://qonitah.com/segeralah-bertobat/ (Edited)

📡 Turut mempublikasikan:
🌱🌻 WA Ilmu Syar'i
              Tulungagung 🌻🌱

Sabtu, 29 April 2017

QONITAH Menyapa: Ucapan yang Sangat Indah dan Jarang Terdengar

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,

﴿ ﻗَﺎﻝَ ﺳَﺂﻭِﻱ ﺇِﻟَﻰٰ ﺟَﺒَﻞٍ ﻳَﻌْﺼِﻤُﻨِﻲ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤَﺎﺀِ ﴾

"Anak Nuh berkata (ketika ayahnya mengajaknya naik kapal Nuh tatkala air bah menerjang), "Aku akan berlindung ke gunung yang akan melindungiku dari air bah."

❗️➡️  Ini adalah logika.

﴿ ﻗَﺎﻝَ ﻟَﺎﻋَﺎﺻِﻢَ ﺍﻟْﻴَﻮْﻡَ ﻣِﻦْ ﺃَﻣْﺮِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺇِﻟَّﺎ ﻣَﻦ ﺭَّﺣِﻢَ ﴾

"Nuh menjawab, "Hari ini tidak ada yang melindungi dari adzab Allah selain Allah yang Maha Penyayang."

❗️➡️ Ini adalah wahyu.

﴿ ﻭَﺣَﺎﻝَ ﺑَﻴْﻨَﻬُﻤَﺎ ﺍﻟْﻤَﻮْﺝُ ﻓَﻜَﺎﻥَ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤُﻐْﺮَﻗِﻴﻦَ ﴾

"Dan gelombang air bah menghalangi antara keduanya, hingga anak Nuh termasuk orang-orang yang ditenggelamkan."

❗️➡️ Ini lah hasilnya.

Jadi setiap orang yang mendahulukan rasionya sebelum nash al-Kitab dan as-Sunnah yang shahih, ia tenggelam di dalam kegelapan lautan hawa nafsu dan kebid'ahan.

Barangsiapa terbiasa menentang syariat dengan logikanya, tidak menetap keimanan di hatinya."

📘Dar'u Taarudhil 'Aqli wan Naql 1/187

bit.ly/majalahqonitah

⭕ كلام جميل جدا ونادر▪

🖋قال شيخ الإسلام ابن تيمية رحمه اللّٰه

﴿ ﻗَﺎﻝَ ﺳَﺂﻭِﻱ ﺇِﻟَﻰٰ ﺟَﺒَﻞٍ ﻳَﻌْﺼِﻤُﻨِﻲ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤَﺎﺀِ ﴾
[ ‏ﻫــﺬﺍ ﻋﻘــﻞ ]
﴿ ﻗَﺎﻝَ ﻟَﺎﻋَﺎﺻِﻢَ ﺍﻟْﻴَﻮْﻡَ ﻣِﻦْ ﺃَﻣْﺮِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺇِﻟَّﺎ ﻣَﻦ ﺭَّﺣِﻢَ ﴾
[ ﻫـــﺬﺍ وحي ‏]
﴿ ﻭَﺣَﺎﻝَ ﺑَﻴْﻨَﻬُﻤَﺎ ﺍﻟْﻤَﻮْﺝُ ﻓَﻜَﺎﻥَ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤُﻐْﺮَﻗِﻴﻦَ ﴾
[ ﻫـــﺬﻩ ﺍلنتيجـة ]
فكل ﻣـﻦ ﻗـﺪّﻡ ﻋﻘﻠـﻪ ﻋﻠﻰ ﻧﺼـﻮﺹ ﺍﻟﻜﺘـﺎﺏ ﻭﺍﻟﺴﻨـﺔ الصحيحة ﻏـﺮِﻕ ﻓﻲ ﻇﻠﻤـﺎﺕ ﺑﺤﺎﺭ ﺍﻷﻫـﻮﺍﺀ ﻭﺍﻟﺒﺪﻉ 
ﻣـﻦ ﺗﻌــﻮﺩ ﻣﻌﺎﺭﺿـﺔ ﺍﻟﺸـﺮﻉ ﺑﺎﻟﻌﻘـﻞ ﻻ ﻳﺴﺘﻘـﺮ ﻓـﻲ ﻗﻠـﺒــﻪ ﺇﻳـﻤـﺎﻥ

📓【ﺩﺭﺀ تعاﺭﺽ العقل والنقل【1/187】

Sabtu, 22 April 2017

7. Buktikan Antum Lebih Baik !

Ikhwahfillah, Barokallahu fiik

Totalitas adalah modal utama. Jangan hanya setengah hati atau setengah jalan. Itu prinsip anak muda yang berjiwa besar. Tanpa totalitas, kita hanya akan mengecewakan. Lebih parahnya jika yang kecewa adalah orangtua. Nauzhubillah min dzalik. Nasehat orangtua kita : "berguru kepalang ajar, bagai kembang bunga tak jadi "

Artinya, pekerjaan yang dilakukan dengan tanggung-tanggung atau setengah-setengah tidak mencapai hasil yang baik.

Jangan sekali-kali mengecewakan orangtua ! Jika antum memang berniat untuk thalabul ilmi, maka totalitas adalah pilihan satu-satunya. Antum harus membuktikan bahwa dengan thalabul ilmi antum menjadi lebih baik sebagai seorang anak.

Lebih baik dalam hal apa ? Dalam segala-galanya. Tutur kata, perilaku, perhatian, sopan-santun dan semuanya harus meningkat lebih baik.

Jika tidak, kecewa orangtua akan bertumpuk-tumpuk. "Dunia tidak akan diraih, akhirat pun hanya setengah hati" adalah ungkapan orangtua yang kecewa.

Artinya, jika ingin memilih jalan thalabul ilmi, antum harus bersungguh-sungguh. Milikilah jiwa dengan cita-cita yang tinggi. Seriuslah didalam thalabul ilmi untuk benar-benar menjadi seorang alim ulama. Dengan demikian, orangtua akan merasakan kebahagiaan karena anaknya benar-benar menjadi "orang" bermanfaat bagi yang lain.

BUKTIKAN ANTUM LEBIH BAIK !!

Na'am, antum harus mampu membuktikan bahwa dengan thalabul ilmi, antum menjadi lebih baik. Mulailah dengan awal yang baik !

Semoga beberapa kiat ini bisa menjadi sumber inspirasi buat antum.

Ingat, jalan keluar masih banyak. Sering-seringlah konsultasi dan sharing dengan orang-orang yang antum nilai lebih berilmu dan lebih berpengalaman.

Barokallahu fiik

Duri Kelabu, Ustadz Abu Nashim Mukhtar Hafidzahullah, hlm. 90

Kamis, 20 April 2017

KALA ASMARA BERBUAH NISTA

* Kisah Mujahid yang pindah Agama Nashrani *

Dalam satu kesempatan, 'Abdah bin Abdirrahim berkisah:

Satu hari, kami bersama sekelompok pasukan tempur bergerak menuju negeri Romawi.  Dalam pasukan tersebut terdapat satu pemuda. Di antara semua prajurit, pemuda itulah yang paling mahir membaca al qur'an, paling menguasai ilmu agama, serta paling semangat melakukan ibadah.

Siang hari, begitu sibuk ia berpuasa. Malamnya pun tak luput dari shalat tahajjud.

Lanjut cerita, tibalah kami di salah satu benteng Romawi.  Kala itu, sebenarnya kami tidak diperintahkan untuk berhenti di benteng tersebut. Namun, tiba-tiba saja pemuda tadi keluar dari barisan pasukan, kemudian diam terpaku di dekat benteng itu.

Saat itu, kami hanya mengiranya sekadar mau kencing. Namun ternyata, mata pemuda itu tertuju pada seorang wanita Nashara yang ada di balik benteng itu. Tak disangka, (Pesona wanita itu) membuat sang pemuda begitu dalam memandangnya. Mulailah cinta bersemi di lubuk hati sang pemuda.

Tak tahan, pemuda itu pun segera meluapkan asmaranya.

كيف السبيل إليك؟

"Bagaimana caranya agar Aku dapat sampai ke pangkuanmu?", tanya sang pemuda.

Wanita cantik itu berkata singkat:

حين تنصر، ونفتح لك الباب وأنا لك

"Saat kau pindah agama menjadi Nashrani, segera ku bukakan pintu untukmu. Setelah itu, Aku kan jadi milikmu."

Tak pikir panjang, kontan saat itu juga semua syarat dipenuhinya, pemuda itupun masuk ke dalam benteng (dalam keadaan memeluk agama Nashrani).

Pada hari kelabu itu, kami pun melewati masa-masa jihad dalam kondisi sangat terpukul dan hati bergumul sedih. Sampai-sampai setiap pejuang melihat masing-masing anaknya, khawatir duka serupa mendera mereka.

Selang beberapa waktu, bersama pasukan lainnya kami kembali melintasi benteng itu. Ternyata, pemuda tadi terlihat sedang asyik bersama wanita Nashrani pujaannya mengamati kami dari atas benteng.

Tak ayal, kami pun bertanya heran kepadanya:

يا فلان، ما فعل قرآنك؟ ما فعل علمك؟ ما فعل صلاتك وصيامك؟

️"Wahai pemuda, mana Al-Qur'anmu yang dulu kau hafal? Mana pula ilmu agama yang dulu kau kuasai? Dan, mana imbas shalat dan puasa yang dulu begitu rajin kau lakukan??!!

Pemuda itu balas menjawab:

اعلموا أني نسيت القرآن كله. ما أذكر إلا هذه الأية

"Ketahuilah, Aku sudah lupa isi Al Qur'an seluruhnya. Tak ada yang ku ingat melainkan hanya ayat ini saja;

يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ كَانُوا مُسْلِمِينَ ذَرْهُمْ يَأْكُلُوا وَيَتَمَتَّعُوا وَيُلْهِهِمُ الْأَمَلُ فَسَوْفَ يَعْلَمُونَ

"Orang-orang yang kafir itu sering kali (nanti di akhirat) menginginkan, kiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang-orang muslim. Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka)."

(QS. Al Hijr: 2-3)

🌏 Sumber:  Riwayat Al Baihaqi dalam Syu'abul Iman no. 4150

📝 Diterjemahkan oleh: al Ustadz Abdul Wahid at Tamimi

#Fawaidumum #cinta #asmara #syarhussunnahlinnisa

🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah

🍏 Channel kami https://t.me/warisansalaf
☀️ Twitter: https://twitter.com/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com

6. Sebingkai Kado

Ikhwahfillah Hafidzakallahu

Memberikan sebingkai kado untuk orangtua memang sudah tidak banyak dilakukan. Akan tetapi, kiat ini ternyata sangat berhasil untuk menaklukkan hati orangtua. Apalagi di zaman sekarang ! Pasti orangtua akan kaget dan terheran-heran saat anaknya memberikan sebingkai kado. Pernah memberi kado untuk orangtua antum ??

Mungkin kiat ini terhitung lawas dan kuno. Namun, kalau memang kemungkinan berhasil, kenapa tidak ? Orangtua tidak akan melihat nilai dari kado tersebut. Sungguh !! Yang lebih bernilai adalah kita telah melakukan sesuatu yang sudah semakin jarang ditemukan kaum muda.

Lagi-lagi kita mesti berbagi cerita. Hanya saja, ana akan menceritakan secara makna dan menuriut bahasa ana. Boleh kan ?? Seorang sahabat kita, awalnya ditentang oleh orangtuanya karena ia aktif dikajian-kajian salaf. Tentu karena dia dianggap dianggap telah melawan arus adat dan tradisi masyarakatnya. Konfliknya sempat memuncak.

Suatu hari, sahabat kita mengirim sebuah kado untuk orangtuanya. Memang, sahabat kita berada di kota lain. Jauh dari kampung halamannya. Ibunya menangis haru saat membuka kado tersebut.

Sebuah cincin emas. Pas di jari manis sang bunda. Ada juga selembar surat disana. Sahabat kita mengungkapkan semua isi hatinya. Tentang cinta dan kerinduan kepada orangtuanya. Tentang usaha dia mengumpulkan uang, sedikit demi sedikit untuk membeli cincin emas tersebut.

Allahu Akbar !! Orangtuanya pun memberi kebebasan untuk memilih jalan kehidupan.

Akhirnya restu thalabul ilmi pun digenggam oleh sahabat kita ini. Kini, ia telah berkeluarga dan sedikit banyak telah membantu dakwah salafiyyah. Semoga Alloh mencurahkan tsabat dan istiqomah untuknya.

Duri Kelabu, Ustadz Abu Nashim Mukhtar Hafidzahullah, hlm. 88

Sabtu, 15 April 2017

5. Aku Akan Membuka Lapangan Kerja Yang Luas

Saudaraku seperjuangan,

Seorang sahabat pernah ditentang dan dimarahi oleh orangtuanya. Latar belakang tentu karena sahabat tadi ingin thalabul ilmi. Dia tidak ingin melanjutkan kuliah. Betapa marah dan murkanya orangtua sahabat kita.

"Kalau kamu nggak kuliah, mau kerja apa kamu besok ?" itu saja yang diulang-ulang oleh orangtuanya.

Dengan hati pedih sahabat tersebut datang menemui seorang ustadz untuk berkonsultasi. Setelah semua kisah selesai diungkapkan, dengan dihiasi senyum, sang Ustadz memberikan beberapa nasehat, setelah itu ?

"Inilah cita-cita ananda ibu, ananda tidak pernah merasa cemas tentang pekerjaan dimasa yang akan datang. Justru, ananda sedang memiliki impian dan cita-cita. Jika saja ananda beroleh restu dari orangtua untuk belajar agama, ananda akan bersungguh-sungguh. Sepulang dari belajar agama nantinya, ananda akan membuka sebuah pesantren". Ustadz tersebut mencoba menerangkan cara membujuk orangtuanya.

"Sebuah pesantren adalah lapangan kerja yang luas. Sebuah pesantren membutuhkan tenaga dan karyawan yang banyak. Satpam, tukang masak, tukang kebun, bagian kebersihan, pengajar, pengawas dan sekian banyak lagi tenaga yang dibutuhkan. Jadi ananda telah membuka peluang kerja untuk banyak orang", lanjut ustadz tersebut.

Allohu Akbar !

Hati orangtuanya pun luluh. Restu pun resmi diberikan kepada sahabat kita untuk thalabul ilmi.
Kini, ia sedang menikmati hari-hari indah dalam thalabul ilmi. Semoga Alloh melimpahkan istiqomah untuknya dan untuk kita semua.

Duri Kelabu, Ustadz Abu Nashim Mukhtar Hafidzahulloh, hlm. 86

Jumat, 14 April 2017

4. Bagai Seorang Ratu Di Hadapan pangeran

Ikhwahfillah Barokallahu fiik

Setiap orangtua sangat mendambakan anak-anaknya memiliki unggah-ungguh, tata krama dan sopan santun. Mereka akan berbangga bahkan membanggakan anaknya dihadapan orang lain.

Hati orangtua mana yang tidak akan tersentuh haru karena bahagia saat anaknya berbicara dan bersikap lembut dan penuh hormat.

Bandingkan dengan keadaan kaum muda zaman ini ! Unggah-ungguh, tata krama dan sopan santun sebagai anak telah tergerus oleh lingkungan. Mudah sekali menjumpai seorang anak yang berkata kasar kepada orangtuanya, membentak, memarahi, memukul bahkan membunuh.

Benar bukan ??

Nah, ini pun bisa menjadi celah yang baik untuk memperoleh restu orangtua dalam thalabul ilmi.

Sebuah pengalaman nyata, walau ana ceritakan kembali dengan bahasa ana sendiri.

Seorang kawan, kaum muda juga seperti kita, alhamdulillah mengenal dakwah salaf selagi ia kuliah disebuah kota. Semangat beragamanya sangat tinggi dan menggebu-gebu.

Ketika musim liburan tiba, ia pulang ke kampung halamannya. Muncul konflik dengan orangtuanya ! Kenapa ? Sang anak telah berubah. Orangtuanya tidak bisa menerima jika sang anak menjadi seorang salafy.

Kembali ke kotanya, kawan kita bersedih. Siapa yang tidak akan bersedih jika berkonflik dengan orangtua ? Kawan kita pun konsultasi dan sharing dengan beberapa orang yang ia nilai lebih berilmu dan berpengalaman.

"Begini saja, antum mulai saat ini belajarlah bahasa jawa krama inggil (tingkatan bahasa gaya kraton). Ketika pulang nanti, berbahasalah dengan orangtua antum seolah-olah mereka adalah raja dan ratu diruang paseban" masukan dari seorang yang berilmu.

Sungguh-sungguh juga kawan kita belajar bahasa jawa krama inggil.

Pada kesempatan pulang berikutnya. Kawan kita ini berbicara dan berbahasa dengan orangtuanya dengan bahasa jawa krama inggil. Orangtuanya terkejut ! Heran dan diselipi rasa senang. Apalagi zaman sekarang, banyak anak yang berbicara dengan orangtuanya layaknya ia berbicara dengan teman sebaya.

Ia berbahasa seolah-olah sedang berbicara dihadapan seorang raja dan ratu. Orangtuanya pun bertanya. Kesempatan emas telah tiba.

"Alhamdulillah, setelah belajar agama sedikit-sedikit, ternyata ananda merasa telah banyak berbuat salah kepada bapak ibu.

Selama ini, ananda berbahasa tidak sopan. Dari beberapa kajian salaf, ananda menyadari seharusnya dengan orangtua harus berbahasa dengan baik "

AllahuAkbar ! Sejak hari itu, orangtuanya pun mendukung dan memotivasi anaknya untuk tetap mengikuti kajian-kajian tersebut. Ya, orangtuanya kemudian merestui kawan kita untuk thalabul ilmi.

Ikhwahfillah, coba perhatikan baik-baik perintah Alloh dalam QS. Al-Israa' : 23

"Ucapkan kepada mereka perkataan yang mulia"

Nah, bagaimana dengan antum selama ini ? Sudahkah antum bersopan santun dan berbahasa yang mulia dengan orangtua antum ? Akrab dengan orangtua memang baik, namun jangan lupa untuk berbahasa dengan bahasa yang mulia. Semoga kiat ini bisa membantu. Barokallahu fiik.

Duri Kelabu, Ustadz Abu Nashim Mukhtar Hafidzahullah, hlm. 82

Kamis, 13 April 2017

3. Aku Takut Ibu

Ikhwahfillah, Barokallahu fiik

Setiap orangtua tentu tidak ingin melihat anaknya sengsara dan menderita. Setiap orangtua pasti tidak mau menyaksikan anaknya menjadi orang jahat dan buruk. Hati orangtua pasti akan remuk redam kala mendengar anaknya ditangkap polisi dan dipenjarakan. Hati orangtua akan hancur berkeping-keping ketika mendengar anaknya terlibat sebuah tindak kejahatan.

Ini adalah celah yang cukup baik !

Misalnya antum dipaksa kuliah. Ceritakan dan gambarkan betapa rusaknya moral dan akhlak "mahasiswa" yang kuliah. Antum bisa mengangkat kasus-kasus kejahatan yang terjadi di lingkungan mahasiswa. Narkoba, pesta miras, pergaulan bebas, pencurian atau lain-lainnya. Antum sampaikan dengan penuh hormat dan permohonan sangat. "Aku takut ibu" aku takut tidak mampu menjaga diri ibu. Aku takut terpengaruh oleh lingkungan buruk semacam itu.

Ataukah ibu tega jika akhirnya nanti ananda akan mengecewakan ibu karena terperosok kedalam lingkungan yang buruk ?

Mereka tidak ingin putrinya diterkam oleh "serigala-serigala" buas.

Sebuah pengalaman nyata, walau ana ceritakan kembali dengan bahasa ana sendiri. Seorang akhowat dipaksa oleh orangtuanya untuk kuliah. Setelah beberapa lama kuliah, akhowat tersebut pulang kerumah dengan menampakkan wajah suntuk di hadapan orangtuanya. Hampir-hampir ia menangis.

Sang ibu kaget dan terkejut. Setelah ditanya, ia menjawab :

"Ibu, ananda tidak ingin meneruskan kuliah lagi. Lingkungan kampus penuh dengan bahaya, apalagi untuk ananda, seorang perempuan.

Beberapa teman telah terseret oleh pergaulan bebas. Banyak diantara mereka telah terseret oleh pergaulan bebas. Banyak diantara mereka yang hamil diluar nikah bahkan melakukan aborsi. Ananda tidak bisa menjamin akan selamat dari lingkungan semacam itu. Ibu tolonglah ananda !"

Alhamdulillah, orangtuanya pun pengertian. Mereka tidak ingin putrinya diterkam oleh "serigala-serigala" buas. Sejak hari itu, sang akhowat pun memperoleh restu untuk mempelajari agama. Thalabul ilmi. Allahu Akbar !!

Duri Kelabu, Ustadz Abu Nashim Mukhtar Hafidzahullah, hlm. 80

Selasa, 11 April 2017

2. Merengek Layaknya Anak Kecil

Ikhwah fillah, semoga Alloh membantu.

Pernahkan antum menyaksikan atau malah antum sendiri pernah merasakan ? Seorang anak kecil yang menangis dan merengek dihadapan orang tuanya. Ia meminta sesuatu, mainan misalnya. Ia tetap terus merajuk dengan wajah bersungut.

Tangisannya sangat menyentuh hati. Ia terus menangis dihadapan orangtuanya dan tangisnya seolah tidak berpenghujung. Ia tetap terus meminta mainan itu.

Akhirnya ? Orangtua pun berbelas kasih. Ia tidak ingin mengecewakan anaknya yang terus menerus menangis.

Luluh hatinya, cair juga kebekuannya. Orangtua selanjutnya mengabulkan keinginan anaknya. Mainan itu pun dibeli untuk anaknya.

Antum tentu masih ingat prinsip orang tua :

" Apapun akan dilakukan demi anak! "

Ikhwahfillah, Barokallahu fiik

Cobalah antum memposisikan diri layaknya anak kecil itu. Mainan yang diminta dan ditangisi adalah thalabul ilmi. Menangislah, merajuklah dan merengeklah dihadapan orang tua antum.

Antum harus mampu mengungkapkan melalui tangisan dan rajukan itu bahwa kebahagiaan, kepuasaan, ketenangan hati dan tertawa antum ada didalam thalabul ilmi.

Sebaliknya, antum pun harus bisa menuangkan lewat tangisan dan rajukan itu bahwa tanpa thalabul ilmi antum akan menjalani kesedihan dan penyesalan sepanjang hidup.

Ingat !! Antum harus bisa bermain secantik-cantiknya. Ana yakin, biidznillah, restu dan ijin orangtua hanya tinggal menunggu waktu saja.

Sebuah kisah nyata tentang seseorang ikhwan masih muda seperti antum juga, ia ingin mengamalkan salah satu Sunnah Rasulullah. Orang tuanya menentang dan tidak senang. Apa yang ia lakukan ??

Berhari-hari ia mengurung diri didalam kamar, kamarnya sengaja tidak ditata, dibiarkan tanpa kerapian. Ia tampakkan makan tak enak minum tak enak. Namun ia tetap menjaga komunikasi dengan orang tuanya.

Bagaimana perasaan orangtuanya ? Mereka terkejut dan bingung. Anaknya yang biasa ceria dan periang tiba-tiba menjadi pendiam.

" Apapun akan dilakukan demi anak !"

Orangtuanya pun berinisiatif untuk bertanya kepada sahabat kita ini.

Kesempatan emas telah tiba !!

Kembali sahabat kita mengungkapkan keinginannya untuk melaksanakan salah satu Sunnah Rasulullah. Ia ingin tenang dalam thalabul ilmi.

Alhamdulillah, orangtuanya pun akhirnya merestui dan mendukung. AllohuAkbar ! Kesungguhan kita untuk thalabul ilmi sangat berperan besar didalam keberhasilan guna menaklukkan hati orangtuanya.

Semuanya akan mudah bagi yang dimudahkan Alloh, maka mohonlah kemudahan kepada Alloh ! Barokallahu fiik

Duri Kelabu, Ustadz Abu Nashim Mukhtar Hafidzahullah, Hal. 77

Minggu, 09 April 2017

1. Doa, Senjata Utama


Ikhwahfillah, Yassarallahu umuurak

Satu hal yang mesti diluruskan adalah doa bukanlah jalan terakhir. Doa justru langkah pertama dan senjata utama. Kita sering mendengar cerita tentang seseorang yang jatuh sakit. Ia berusaha untuk mencari dokter spesialis dan ahli. Berpindah dari satu dokter ke dokter yang lain. Pengobatan alternatif pun menjadi pilihan.

Setelah sekian lama usaha tersebut ? Kesimpulannya ? Tim Medis mengatakan " Hanya menanti keajaiban dari langit ". Doa kepada Alloh lalu menjadi satu-satunya harapan. Semestinya, doa kepada Alloh harus menjadi langkah pertama, sepakat bukan ?

Antum yang sangat berkeinginan untuk thalabul ilmi namun terbentur restu dan izin orang tua, jangan galau dan jangan risau. Bersungguh-sungguhlah didalam doa agar Alloh membuka pintu hati orang tua! Memohonlah dengan sangat kepadaNya. Pilihlah waktu-waktu yang mustajab.

Hadirkan hati dan pikiran. Satukan dengan lisan. Demi Alloh, Dia adalah Zat Yang Maha Mendengar dan Maha Mengabulkan doa HambaNya.

Abu Hurairah berkisah didalam riwayatnya Muslim :

" Dahulu aku membujuk ibuku agar berkenan masuk islam. Saat itu, ibuku masih dalam keadaan musyrik. Suatu hari, aku mengajak beliau untuk masuk islam. Namun justru ibuku mengucapkan kata-kata tentang diri Rasulullah yang tidak aku sukai. Aku pun segera menemui Rasulullah sambil menangis. Aku menyampaikan :

"Wahai Rasulullah, aku selalu membujuk ibuku agar berkenan masuk islam, namun beliau selalu menolak. Suatu hari aku mengajak beliau untuk masuk islam. Namun justru ibuku mengucapkan kata-kata tentang diri Anda yang tidak aku sukai. Maka, tolonglah Anda berdoa kepada Alloh agar Dia berkenan memberikan hidayah untuk ibunya Abu Hurairah."

Rasulullah lalu berdoa : "Allohumma, berikanlah hidayah untuk ibunya Abu Hurairah. "

Kemudian, aku pun pulang dengan membawa bahagia dihati karena doa Rasulullah. Sesampainya dimuka rumah, pintu ternyata terkunci. Ibuku mendengar derap langkah kakiku.

Ibuku bersuara " Wahai Abu Hurairah, tetaplah engkau ditempatmu"

Aku pun mendengar suara gemercik air. Ternyata ibuku mandi lalu menggunakan pakaian dan kerudung penutup wajah. Ibuku lalu membukakan pintu. "

Ikhwahfillah, apa yang terjadi selanjutnya ?

Ibuku membukakan pintu kemudian dengan tenang mengucapkan :
"Wahai Abu Hurairah, Asyhadu an laa ilaaha illallah wa Asyhadu anna Muhammadan Abduhu wa Rasuluhu. "

Aku langsung berbalik untuk menemui Rasulullah. Aku berhasil menemuinya dan aku pun menangis karena berbahagia.

Aku berkata : "Wahai Rasulullah, berbahagialah Anda. Sungguh, Alloh telah mengabulkan doa Anda."

Alloh telah memberikan hidayah untuk ibunya Abu Hurairah.

Rasulullah lalu mengucapkan Tahmid dan pujian kepada Alloh.

Ikhwahfillah, Barokallahu fiik

Alhamdulillah sudah banyak yang berhasil dengan doa. Apakah antum tidak tertarik dengan kiat pertama ini ? Sungguh, kawan-kawan kita kaum muda, telah banyak yang sukses dengan sebab langkah ini. Semula orang tuanya tidak merestui namun doa, ya ikhwah.

Ya, tidak ada yang bisa melebihi doa. Akhirnya restu orang tua pun menggiring langkahnya dalam thalabul ilmi.

Bahkan lebih dari itu, akhirnya, orangtuanya pun tertarik dengan dakwah salaf dan menjadi penyokong utama sang anak didalam medan dakwah. Walhamdulillah.

Sudahkah antum berdoa ? Sungguh-sungguh kah antum didalam berdoa ? Jangan tunda-tunda lagi, berdoalah niscaya Alloh akan melapangkan jalan Thalabul ilmi untuk antum.

Duri Kelabu, Ustadz Abu Nashim Mukhtar Hafidzahullah, hal. 73

Sabtu, 08 April 2017

KIAT MENAKLUKKAN HATI ORANG TUA

Ikhwah fillah Barokallahu fiiik.

Pembahasan ini tidak akan lepas dari pengalaman yang sudah-sudah. Selama kita meyakini jika setiap orang tua selalu berprinsip " Apapun demi anak", In syaa Alloh kita tidak akan patah arang atau putus asa. Modal terbesar kita adalah pantang menyerah. Tentunya dengan mengedepankan hikmah dan sikap bijak.

Pantangan terbesar untuk menaklukkan hati orang tua adalah :
" Jangan terkesan menggurui orang tua ! Siapapun tidak akan senang jika digurui oleh anaknya. Ingat baik-baik, jangan terkesan menggurui orang tua !"

Jangan kesankan diri antum sebagai seorang pandai agama. Jauhi kata-kata "ini salah ! "Ini benar !" dihadapan orang tua. MENGALAHLAH ! berlagaklah seperti orang bodoh. Tidak mengapa bukan ? Bersabarlah sesaat demi kesuksesan dimasa depan jelasnya, kita harus memilih jalan damai. Hindari kekerasan dan konflik.

Pasti sukses, in syaa Alloh restu orang tua untuk antum dalam thalabul ilmi akan tergenggam.

Simaklah beberapa kiat berikut ini :

Duri Kelabu, Ustadz Abu Nashim Mukhtar Hafidzahullah, Hal. 72.

Minggu, 02 April 2017

Bersyukur, Setiap Jiwa Memiliki Ujiannya Masing-Masing

Bismillah,

Udah lama gak nulis, uda lama juga mau nulis ini tapi gak ada waktu, baru ada waktu ini *sok sibuk*

Pernah gak si kita sebagai manusia membandingkan hidup kita dengan orang lain ? Pasti pernah lah yaa kan, apalagi dijaman yang sekarang ini, semua hal di post, di share di media sosial, kita semua bebas ngelihatnya, kita langsung tahu "oh si fulanah jalan-jalan" "oh si fulanah sudah menikah, suaminya dokter" dan banyak lainnya yang membuat kita jadi berandai-andai dan membandingkan kehidupan kita dengan orang lain, bahkan tak jarang sampai "mengutuk" hidup kenapa hidup dia enak sedang aku tidak ?? Astaghfirulah.

Padahal benarlah perkataan salah satu sahabat saya, dia mengatakan "jangan pernah membandingkan kesusahan kita dengan orang lain yang berada diatas kita" ya itu benar, dengan kita membandingkan sesuatu diatas kita membuat kita menjadi lupa bersyukur dan menjadi orang-orang yang kufur nikmat, ya Alloh maaf ya Alloh.

Padahal kalau ingin membandingkan hidup, maka coba kita lihat orang yang berada dibawah kita.

Ketika kita mengeluh "kamar ku gak secantik kamar fulanah" lihatlah orang diluar sana jangankan punya kamar, bahkan mereka setiap hari harus berpikir "dimana aku tidur malam ini"

Lalu ketika melihat orang lain liburan dengan keluarga kesuatu tempat, dengan ayahnya, ibunya, keluarga besarnya, kita langsung mengeluh "kenapa Alloh gak kasih rezeki untuk ayahku agar bisa liburan bareng"
Lihatlah orang diluar sana, adik-adik kecil yang hidup dipanti, dijalanan, jangankan memikirkan untuk liburan, bahkan mereka tidak tahu harus kepada siapa mereka memanggil "ayah"

Terkadang saya sendiri juga suka lupa bersyukur. Hidup jauh dari orang tua membuat saya terkadang egois apalagi jika ayah atau mamak tidak menelpon, pasti saya langsung mikirnya mereka gak ingat saya, padahal apabila kita bisa sedikit saja memberi udzur "mereka sibuk bekerja, mereka tidak ada pulsa, kenapa bukan saya yang menelpon dan tanya kabar ?" begitu banyak seharusnya udzur tapi keegoisan hati ini mengikis habis semua itu.

Lihatnya anak-anak disekitarmu, mereka bahkan diusia nya yang masih kecil 2-4tahun, mereka sudah harus menyaksikan kisah hidup yang teramat pilu, hidup harus berpisah dari ayah karena mungkin ayahnya meninggal atau ayahnya merantau atau ayahnya terjerat kasus hukum,

Duhaii, harusnya dari situ saja saya bisa bersyukur, masa kecil saya indah, tidak pernah lepas dari pengawasan ayah dan mamak saya, mereka selalu ada bahkan sampai detik ini.

Sekarang saya mulai menata hati untuk tidak pernah iri dengan hidup orang lain, karena saya mulai memahami, setiap kita, setiap jiwa, setiap diri memiliki ujiannya masing-masing. . .

Bersyukurlah duhaii diri. . .

NRangkuti, 02 April 2017, 23.07 WIB