Kamis, 15 Juni 2017

Tetaplah Terbang Sejauh Yang Alloh Mau.

Bismillah

Ku kenal dia awal kuliah, butuh waktu beberapa minggu kuliah sampai akhirnya kami ketemu secara nyata. Hari itu aku lupa hari apa yang ku ingat hanya tahunnya, 2011.

Dengan setelan kemeja, celana jins yang tidak begitu ketat, jilbab tipis dan kacamata, dia berjalan kearahku yang sedang menunggu didepan gedung ekonomi salah satu Universitas Swasta di Medan.

"Nisa ya ??" sapanya begitu ramah.
"Iya" jawabku waktu itu.
"Aih nis kenapa baru sekarang si ketemunya" sapanya sangat ramah dan ceria.

Namanya asti (bukan nama sebenarnya), dia sangat ramah, ceria dan selalu semangat. Itu yang aku tangkap dari pertama kali aku mengobrol dengannya.

Asti memang seorang gadis yang supel, mudah bergaul. Itu bisa dibuktikan dari banyaknya temen yang selalu berada di sampingnya baik itu perempuan maupun laki-laki.

Setelah pertemuan itu tidak ada yang signifikan terjadi. Karena kami beda kelas, jarang ketemu dikampus. Alasan yang paling dominan aku tidak begitu tertarik dengannya. Kala itu adalah akhir 2010 aku mengenal kata hidayah, 2011 aku masuk kuliah, harapan-harapan untuk menemukan temen yang akhowat sangat besar. Untuk itulah aku tidak begitu ingin dekat asti karena emang dia bukan akhowat, gaya berpakaiannya juga terkesan seperti laki-laki, kemeja, celana jins. Tapi kalau ketemu, asti selalu menyapa dengan ramahnya.

Terlebih pada saat itu asti aktif di organisasi IMM, organisasi internal kampus. Itu yang lebih-lebih membuat aku males untuk ngedeketi karena emang juga aku gak respek dengan organisasi itu. Organisasi islam dengan latar belakang Muhammadiyah tapi didalamnya aduh. Perempuan laki-laki saling deket-deketan, gitar-gitaran. Itu yang buat aku juga males deketi asti.

Belakangan aku tau bahwa asti tidak di IMM lagi dan ke HTI. Waktu itu kami satu kelas. Asti banyak bertanya tentang HTI menurut ku, aku hanya jawab semampu yang aku bisa. Dan lagi-lagi aku tidak respek juga untuk menarik asti keluar dari organisasi itu. Karena pada saat itu aku sudah menjelaskan sedikit "keganjalan" HT tapi ternyata asti malah bertahan disana bahkan asti pernah minjem gamisku untuk acara dauroh HT dan asti bermain gitar disana. Dalam hati aku cuma ngucap "kajian islam apa itu" tapi tidak melarangnya.

Waktu berjalan begitu cepat. Antara aku dan asti hanya sekedar temen saling tau wajah dan nama saja, tidak lebih dari itu. Pembahasan kami juga tidak jauh hanya seputaran tugas-tugas kuliah.
Akhirnya asti lulus kuliah duluan ketimbang nisa. Asti deket dengan sahabat nisa yang bernama rara (bukan nama sebenarnya). Pada waktu itu ada acara tasyakuran wisuda dirumah asti dan nisa diajak rara buat kesana. Itulah pertama kali nisa kerumah asti.

Kedua kalinya nisa kerumah asti ketika itu barengan lagi dengan rara. Kita bertiga kumpul dirumah asti, dikamar asti lebih tepatnya. Kamar yang lumayan besar, tempat tidurnya empuk, kamar mandinya ada didalam kamar dan yang paling penting kamar itu berAC. Benar-benar kamar yang nyaman !! Dikamar itu ada 1 buah televisi yang mana setiap tivi itu hidup selalu dimatikan sama rara. Dan disana ada 1 buah gitar berdiri kokoh. Ternyata nisa ketahui asti memang sangat mencintai gitar itu. Mungkin mau jadi musisi ya !!

Beberapa tahun terlewati setelah hari itu, antara aku dan asti tidak pernah lagi bertemu. Hanya aplikasi bbm yang menghubungkan kita.
Hari itu, asti tiba-tiba ngechat nisa bertanya tentang "Salafy". Asti tanya semuanya, dia bilang ingin belajar agama yang bener. Disitu rasanya nisa senang banget. Begitulah hidayah Alloh, hanya Dia yang bisa menentukan siapa saja yang bisa menerima hidayah itu.
Sebisa mungkin nisa pandu asti untuk mempelajari al-haq, dari mulai nisa suruh pake telegram dan joint di channel-channel salafy. Dari situ kita semakin dekat dan intens komunikasinya.

Sampai suatu hari asti tanya "bagaimana hukum minum obat dari orang yang seperti dukun?" asti cerita itu obat untuknya. Aku yang penasaran menanyakan "asti sakit apa ?"
Asti awalnya bilang "bukan penyakit menular nis, hanya saja ketika itu kambuh sangat mengerikan, asti bisa kejang-kejang dan satu rumah bakal dibuat repot banget karenanya"
Nisa semakin penasaran dan menanyakan kembali "sakit apa"
Asti akhirnya mengatakan "nisa tau epilepsi ? Kalau belum nisa searching aja"
Aku pun mencari tau apa itu epilepsi dan deg. Seperti disambar petir disiang yang sangat cerah. Berulang-ulang aku tanya apakah itu benar ? Beneran ? Gak bohong ? Karena sulit sekali mempercayainya.
Asti yang aku kenal sangat ceria, ramah, mudah bergaul, energik, semangat, ternyata memiliki riwayat penyakit tersebut.
Berulang-ulang aku tanya kepada asti mengenai penyakitnya dan dia selalu jawab "benar, asti memang punya penyakit itu"

Berulang-ulang nisa menanyakan apakah ini benar, tidak bercanda kan. Karena seketika nisa langsung ingat keceriaan-keceriaan yang disebabkan oleh asti, sangat susah dipercaya.
Nisa tanya "apakah semua teman-teman tau ?" asti jawab "tidak nisa, hanya beberapa orang saja yang tau, sekitar 5 orang saja yang tau temen-temen asti".
Nisa tanya pernah kambuh gak ? Asti jawab beberapa waktu lalu ketika asti dan keluarga liburan, dia kambuh dan akhirnya asti hanya berdiam dikamar.

Terus nisa tanya "itu minum obat ? Banyak obatnya ?"
Asti jawab "iya ada obatnya. Obatnya cuma satu nis tapi harus diminum rutin karena setelah 2 tahun meminum obat itu dosis akan berkurang, tapi kalau sehari saja asti gak minum obat itu. Asti harus ngulang dari awal lagi untuk mencapai waktu 2 tahun. Makanya asti selalu marah ngeliat orang yang baru sakit demam atau pusing saja sudah buat status 'banyaknya ini obat' atau 'capek kali minum obat ini'. Mereka gak ngerasai jadi asti yang harus menelan pil itu setiap hari tanpa boleh bolong sedikit pun"
Ya Alloh. Disitu nisa belajar lagi arti kata bersyukur, ikhlas dan jangan mengeluh. Dan disitu nisa tau asti ternyata sekuat itu !!

Perkataan yang selalu nisa ingat kala itu adalah "epilepsi itu penyakit yang bahkan untuk disembuhkan juga gak mungkin, belum ada yang sembuh. Maka dari itu asti takut, dalam keadaan diri tidak mengenal islam secara sempurna, tiba-tiba kematian itu datang. Apa yang harus asti pertanggungjawabkan disana kelak ? Sementara umur selalu berjalan kearah sana kan nis ? Asti mau belajar agama islam yang benar, sebenar-benarnya islam".

Dan ternyata ucapan terakhirnya itu bukan hanya kalimat semata. Asti sangat bersemangat. Setelah hari mengejutkan itu. Asti sangat rajin belajar. Dia mulai membeli buku-buku sunnah dari penerbit terpercaya dan mulai mematikan tivinya dan tidak pernah ia hidupkan lagi bahkan sampai sekarang. Gitar yang dulu adalah barang kesayangannya sekarang jangankan memainkannya, melihatnya saja dia sudah ingin membuangnya. Mengenai foto-foto yang menghiasi dinding rumah nya pun sudah membuat ia risih dan ingin sekali menurunkannya dan menyimpannya digudang atau membakarnya, namun tidak semudah itu karena keluarga asti adalah orang-orang yang awwam. Perlu waktu yang banyak untuk menjelaskannya.

"Duh deg deg an ni hari jum'at perdana kekampus pakai gamis" itulah pesan WA nya waktu itu. Oia asti ini melanjutkan studynya sekarang sepertinya sudah semester-semester akhir.

Nisa tetap memberikan semangat dan tips-tips agar tidak malu pakai gamis salah satunya nisa bilang aja pakai yang warna warni dulu jangan langsung yang hitam-hitam karena ini kan perdana, nanti setelah mata mereka terbiasa dengan asti yang bergamis, mereka tidak akan begitu peduli lagi mengenai warna apa yang asti kenakan. Memakai gamis juga penuh perjuangan bagi asti, cibiran dan perkataan keras dari keluarga juga ia dapatkan. Jalan menuju Jannah itu tidak mudah kan ?? Maka tetaplah semangat dan berpegang teguh.

Waktu itu hari minggu dibulan April, akhirnya kita ketemu setelah beberapa tahun tidak ketemu. Kita bertemu di Taman-taman syurga, yaa Majelis taklim adalah taman-taman syurga. Itu hari pertama nisa ketemu asti dengan "wajah" yang baru. Kalau dulu dengan celana jins nya, sekarang sudah dengan gamis dan jilbab lebarnya. Maa syaa Alloh.

Setelah taklim itu, asti semakin bersemangat dalam menuntut ilmu bahkan ia bilang bahwa ingin memanjangkan jilbabnya lagi agar mudah dipakai untuk sholat tanpa mukena. Jalan menuntut ilmu juga tidak berjalan mulus. Asti sempat dilarang orang tuanya untuknya taklim dan papanya mengancam kalau ia tetap taklim papanya akan mengobrak-abrik tempat taklim tersebut. Takutlah asti karena ia sangat tau tipikal papanya. Akhirnya dia bilang ke nisa untuk sementara tidak bisa taklim lagi. Qadarullah taklim emang diberhentikan dibulan selanjutnya karena memasuki bulan Romadhon. Dan nisa katakan asti punya waktu sekian bulan untuk mengambil hati orang tuanya. Kita selalu berdoa agar selalu dimudahkan jalannya untuk menuntut ilmu.

"Nis, asti malu kali lah kalau keluar rumah itu kelihatan wajah, serasa kayak orang telanjang nis, gak nyaman. Karena selama asti memakai gamis ini semua orang kayak ngelihatin asti. Asti ngerasa malu memperlihatkan wajah ini". Deg kata-kata ini berhasil menampar dan mencabik hatiku seketika. Bayangkan saja. Nisa yang sudah lama memakai setelan gamis jilbab panjang belum berani sekuat itu dalam berpikir. Tapi asti, yang baru beberapa bulan saja sudah berani ingin mengambil keputusan untuk menutup wajahnya.

Beberapa belakangan ini asti selalu curhat bahwa ia ingin segera bercadar, terserah mau bagaimana tanggapan orang tua dan keluarganya. Asti sudah tidak tahan untuk menjalankan kewajiban yang satu ini. Dan lagi-lagi nisa cuma bisa cemburu beserta malu karena tidak punya kekuatan sebesar ini untuk hal yang satu ini.
Setelah ngobrol dengan mamanya, meluluhlah hati mama dan mengizinkan asti bercadar tapi ketika taklim saja dan mama nya juga setuju kalau asti berhenti kuliah saja. Tapi itu hanya keputusan dari mamanya, belum ke papa.

Terakhir asti cerita ke nisa bahwa ia sangat sedih, pengen nangis, teriak karena asti ngerasa kok keluarganya begitu banget sama dia. Setelah nisa tanya kenapa ternyata jawabannya adalah papanya tidak setuju kalau asti memakai cadar. Papa bilang kalau mau memakainya setelah menikah saja.
Nisa bilang "bagus donk, itu berarti orang tua sudah setuju kalau suatu saat asti bercadar walau setelah menikah"
Tapi jawaban asti lagi-lagi menohok sampai ke ulu hati.

"Kalau waktunya gak sampai gimana nis "? Katanya
Nisa hanya jawab " Alloh Maha Tahu bahkan lebih dari kita, kok bisa ngomong gitu ?"
Asti jawab "asti ngerasa waktu semakin dekat, asti takut tidak sampai waktu untuk menjalankan perintah itu"
Nisa gemetar membaca kata-kata itu. Bukan hanya waktu bagi asti, waktu untuk nisa juga hanya Alloh yang tahu kan. Juga waktu untuk kita semua.
"Asti ngerasa sangat tertekan bahkan didalam rumah asti sendiri, tidak pernah asti ngerasa setertekan ini sebelumnya nisa".
Nisa hanya bisa jawab "tidaklah dikatakan beriman sebelum kita diuji".

Na'am. Tidaklah kita dikatakan beriman sebelum kita diuji. Ujian setiap orang berbeda-beda. Tapi satu hal yang harus asti tahu bahwa semua muslimah yang akan mulai hijroh dengan kondisi orang tua dan lingkungan awwam pun akan mengalami hal yang sama dengan apa yang asti dapatkan saat ini. Bahkan banyak yang lebih parah dari kita, ada yang baju-bajunya dibakar bahkan sampai diusir dari rumah dan tidak dianggap anak lagi.

Contoh terbesar bagi kita yang sedang hijroh dan diuji dengan ujian-ujiannya adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassalam dan para Sahabatnya. merekalah orang-orang dengan ujian terdahsyatnya yang kisahnya sangat melekat dihati kita. Tidakkah kisah mereka mampu mengembalikan semangat kita untuk terus hijrah dan berda diatas al-haq ??

Ukhti asti yang nisa sayangi karena Alloh.
Jujur saja, sekarang nisa sangat menyayangi anti karena kita berada dizona yang sama. Salafiyyah.
Selalu ada do'a untuk anti, semua yang terbaik untuk anti semoga selalu bersama.
Nisa nasehatkan kepada asti jangan mudah sedih karena kalau kita sedih, futur akan segera menyambar dengan begitu cepatnya.
Tetaplah bersabar dan ikhlas atas apa yang terjadi dan yang akan terjadi.
Bersabarlah sedikit lagi dalam menghadapi orang tua dan lingkungan anti. Bersabarlah sedikit lagi. Alloh akan selalu mudahkan HambaNya yang taat. Bukankah anti pernah bilang "tidak mungkin asti sekuat ini kalau bukan kekuatan dari Alloh".
Jangan pernah memikirkan hal-hal yang akan membuat asti sedih, seperti kemarin asti memikirkan perkara jodoh. Asti takut kalau jodoh asti nanti bakal kecewa mendapati asti yang punya penyakit istimewa ini. Jangan pernah risau untuk hal-hal yang sudah ditetapkan Alloh. Jodoh sudah ketentuan Alloh. Jangan terlalu ambil pusing yang penting asti tetap belajar untuk menjadi sebaik-baik perhiasan.

Nisa selalu ingat mengenai hadist ini :

Diriwayatkan oleh ‘atha’ bin Abi Rabah, dia berkata: “Telah berkata kepadaku Abdullah bin Abbas: “maukah engkau aku perlihat seorang wanita penghuni surga?” maka aku berkata : “tentu!”. Kemudian ‘Abdullah berkata: “Wanita hitam dia pernah mendatangi Rasulullahshalallahu ‘alaihi wasallam lalu ia berkata: “ aku kena penyakit ‘usro’u (ayan/epilepsy), jikalau penyakitku kambuh auratku tersingkap. Maka do’akanlah kepada Allah agar sembuh penyakitku”. Maka Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam berkata: “jikalau aku do’akan kepada Allah, pasti kamu akan sembuh. Akan tetapi jikalau kamu sabar maka bagimu surga”. Maka wanita hitam itu berkata: “Ashbiru (aku akan sabar), akan tetapi do’akan kepada Allah agar tiap kali kambuh penyakitku, auratku tidak tersingkap”. Maka Nabi pun mendo’akannya sehingga tiap kali kambuh, Allah Ta’ala menjaga auratnya.

Bukan kah asti pernah mengatakan setiap membaca hadist itu berasa lagi ngobrol sama Rasulullah kan ?

Tetap belajar dan tetaplah menjadi sosok yang nisa kenal diawal perkenalan kita, ceria, ramah, semangat.

Ukhti asti, tetaplah terbang sejauh yang Alloh mau sampai Alloh menentukan kehidupan kita selanjutnya.

Nisa uhibbukifillah ya asti.

Khayrunnisa' ash-shalihah, 19 Juni 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar