Minggu, 28 Mei 2017

SILSILAH FIKIH PUASA LENGKAP Faedah dari Kitab Manhajus Salikin wa Taudhih al-Fiqhi fid-Din -Kitab ash-Shiyam-, karya Al-Imam Abdurrahman as-Sa’di (17)

Bab 9 : Ketentuan Berbuka Puasa & Sahur

💎Al-Imam as-Sa’di berkata, “Rasulullah bersabda, “Kaum muslimin (yang berpuasa) akan senantiasa dalam kebaikkan selama mereka bersegera dalam berbuka puasa.” (Muttafaq ‘alaih). Baginda juga bersabda, “Hendaklah kalian makan sahur, kerana pada santapan sahur terdapat berkah.” (Muttafaq ‘alaih). Baginda bersabda pula, “Jika seseorang di antara kalian berbuka puasa, hendaknya ia berbuka dengan kurma kering. Jika ia tidak mendapati kurma kering, hendaknya ia berbuka dengan minum air, kerana air itu suci lagi menyucikan.” (Hadits riwayat lima imam)”

🔘 Ketentuan Berbuka Puasa

📕“Kaum muslimin (yang berpuasa) senantiasa dalam kebaikkan selama mereka bersegera dalam berbuka puasa.” (Muttafaq ‘alaih)

1⃣: Sunnah berbuka puasa ketika telah masuk waktu berbuka.

📕“Jika malam hari telah datang dari arah sini (timur), dan siang hari telah pergi dari arah sini (barat), serta telah terbenam matahari, orang yang berpuasa pun berbuka.” (Muttafaq ‘alaih)

2⃣: Kaum muslimin yang berpuasa senantiasa dalam kebaikkan selama mereka bersegera dalam berbuka puasa (ketika tiba waktunya)
🔹Yang dimaksud dengan kebaikkan di sini adalah kebaikkan dalam hal agama, berupa mengikuti sunnah Nabi serta memperoleh kelapangan dan ketenangan hati.

🔹Perbuatan menunda berbuka puasa hingga munculnya bintang-bintang di langit sebagaimana yang dilakukan oleh kaum sesat Syiah Rafidhah, bukanlah kebaikkan. Menunda berbuka puasa adalah kebiasaan kaum Yahudi dan Nasrani.

📕“Agama ini senantiasa berjaya selama kaum muslimin bersegera dalam berbuka puasa, kerana kaum Yahudi dan Nasrani biasa menundanya.” (HR Abu Dawud)

3⃣: Terlarangnya Puasa Wishal
🔹Puasa wishal adalah menyambung puasa dalam dua hari atau lebih tanpa berbuka.

📕“Nabi telah melarang untuk melakukan puasa wishal. Baginda pernah ditanya, “Sungguh engkau sendiri melakukan puasa wishal, wahai Rasulullah?” Baginda menjawab, “Keadaanku tidak seperti keadaan kalian, sesungguhnya aku diberi makan dan minum oleh Rabbku.”

🔹Makna hadits ini menurut yang dinyatakan oleh Ibnul Qoyyim dan al-Utsaimin, yang dimaksud makan dan minum yang diberikan Allah kepada NabiNya adalah kelapangan hati yang Allah berikan dalam kalbu baginda untuk senantiasa berzikir kepadaNya (mengingatNya) daripada mengingat perkara lain. Hal ini adalah kekhususan yang diberikan kepada Nabi, iaitu baginda terkadang melakukan puasa wishal. Adapun umatnya dilarang melakukannya.

🔹Akan tetapi terdapat izin dari Nabi untuk melakukan wishal hanya sampai waktu sahur.

📕“Janganlah kalian melakukan puasa wishal. Maka dari itu, siapa pun di antara kalian jika ingin meneruskan puasanya (tidak berbuka), lakukanlah hingga waktu sahur.” (HR Bukhari)

📂 (Faedah dari Kitab Manhajus Salikin wa Taudhih al-Fiqhi fid-Din -Kitab ash-Shiyam-, karya Al-Imam Abdurrahman as-Sa’di, disyarah al-Ustadz Muhammad as-Sarbini, diterbitkan Oase Media)

Bersambung insyaAllah.

📚 ll مجموعة طريق السلف ll 📚
🌐 www.thoriqussalaf.com
🌐 http://telegram.me/thoriqussalaf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar